Maluku Utara — Menjelang hari pencoblosan Pilkada 2024, media sosial dan platform pemberitaan online dihebohkan dengan beredarnya tangkapan layar percakapan grup WhatsApp IKA PMII Maluku Utara. Percakapan tersebut diduga menunjukkan keterlibatan Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Provinsi Maluku Utara, Abubakar Abdullah, dalam mendukung salah satu pasangan calon kepala daerah.
Dalam tangkapan layar yang viral, akun WhatsApp bernama “AKA ABDULLAH” mengunggah foto pasangan calon nomor urut 4, Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe, dengan disertai pesan dukungan. Unggahan yang dilakukan pada Minggu (24/11/2024) pukul 23.35 WIT ini langsung menuai tanggapan dari anggota grup, salah satunya berbunyi, “Menangkan. Oba Selatan menang telak.”
Saat dimintai konfirmasi, Abubakar mengakui mengirim pesan tersebut, namun berdalih bahwa itu adalah “kesalahan kirim”. “Iya, saya salah kirim itu, tapi saya langsung hapus,” ujarnya singkat.
Namun, pernyataan tersebut menuai keraguan publik. Bukti percakapan menunjukkan bahwa unggahan tersebut dilakukan langsung oleh Abubakar, bukan diteruskan dari pihak lain. Fakta ini bertolak belakang dengan dalihnya. Apalagi, insiden ini terjadi di masa tenang, di mana ASN (Aparatur Sipil Negara) dilarang keras berpolitik praktis sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Diketahui berdasarkan aturan dan sanksi, mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN wajib bersikap netral dalam politik. Pelanggaran terhadap netralitas dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian. Hal ini juga diatur dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik ASN, yang secara tegas melarang ASN menggunakan jabatan atau wewenangnya untuk mendukung salah satu kandidat politik.
Selain itu, tindakan Abubakar dapat dianggap melanggar Pasal 188 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang menyatakan bahwa setiap pelanggaran netralitas oleh pejabat negara dapat dikenai pidana penjara maksimal 6 bulan dan denda paling banyak Rp6 juta.
Kasus ini memicu gelombang kritik dari masyarakat dan pemerhati demokrasi. Netralitas ASN dipandang sebagai pilar penting untuk menjamin pelaksanaan Pilkada yang adil dan jujur. Banyak pihak mendesak Bawaslu Maluku Utara dan instansi terkait untuk segera memproses dugaan pelanggaran ini.
“Ini bukti lemahnya pengawasan internal pemerintah terhadap ASN, terutama mereka yang menjabat posisi strategis,” ujar seorang aktivis demokrasi di Ternate.
Sangat disayangkan etika dan moralnya sebagai pejabat publik, Abubakar diharapkan menjadi teladan dalam menjaga netralitas politik. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik ASN, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas birokrasi.
Publik kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang, termasuk potensi investigasi dan pemberian sanksi, untuk memastikan prinsip netralitas ASN tetap terjaga demi demokrasi yang sehat di Maluku Utara.
Penulis : Dodi
Editor : Redaksi