Memalukan Rampok Dana Desa, Marwin Dehe dan Kekasih Gelap Rut Layang Didesak Dijemput Paksa

HALMAHERA TIMUR – Skandal korupsi dana desa kembali mencoreng wajah pemerintahan desa di Halmahera Timur. Nama Marwin Dehe, Kepala Desa Kakaraino, Kecamatan Wasile Tengah, kini menjadi buah bibir lantaran diduga kuat menjadi aktor utama perampokan Anggaran Dana Desa (ADD) secara terstruktur dan berjamaah bersama sang kekasih gelap, Rut Layang. Lebih ironis lagi, aksi kejahatan anggaran ini disinyalir melibatkan pula oknum dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Inspektorat Halmahera Timur. Kamis (15/05/25)

“Jangan main-main dengan uang negara! Ini bukan hanya korupsi biasa, ini perampokan berjamaah! Aparat hukum harus segera bertindak sesuai tupoksinya!” tegas Oktovianus Leki, S.H., praktisi hukum Halmahera Timur, dalam pernyataannya kepada media.

Dugaan korupsi ini mencakup banyak program vital desa. Mulai dari penggelapan anggaran pembangunan MCK, penyunatan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) — yang oleh warga disebut Bantuan Langsung Tewas, hingga penggelembungan anggaran pengadaan perahu giop untuk nelayan dari harga riil Rp150 juta menjadi Rp300 juta.

Namun, fakta di lapangan sungguh mengejutkan. Perahu yang dihadirkan ke desa dalam kondisi rusak parah dan tak layak digunakan melaut. Warga pun mencium aroma busuk permainan anggaran tersebut.

“Kami 21 warga yang seharusnya menerima BLT malah dipangkas namanya! Ini sudah keterlaluan!” ungkap seorang warga dengan nada emosi.

Skandal Romantis dan Manipulasi Struktur Desa

Yang lebih menghebohkan, sang kekasih gelap, Rut Layang, yang belum memiliki status hukum sebagai istri sah kepala desa, secara ilegal sudah dicantumkan dalam struktur resmi pemerintahan desa sebagai Ketua PKK. Hal ini menyalahi ketentuan administrasi negara dan mencederai sistem pemerintahan desa.

“Nomenklatur pemerintahan desa ini dipermainkan! Bagaimana bisa orang tanpa status hukum masuk struktur resmi?” ujar Oktovianus Leki dengan geram.

Hukum Harus Tegak, Jaksa dan Polisi Jangan Diam!

Menurut Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku korupsi yang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

Desakan pun menguat agar aparat hukum, khususnya Polres dan Kejaksaan Negeri Halmahera Timur, segera bertindak tegas. Praktisi hukum menilai ada dugaan kuat keterlibatan pihak DPMD dan Inspektorat dalam menutupi kejahatan ini, karena selama ini mereka hanya fokus memeriksa administrasi tanpa pernah memverifikasi kondisi fisik proyek di lapangan.

“Kalau aparat hukum lambat, ini jadi preseden buruk. Masyarakat bisa hilang kepercayaan! Jangan ada kongkalikong antara Marwin Dehe, kekasih gelapnya, dan oknum pemerintah!” tegas Oktovianus Leki.

Saat dikonfirmasi, Kepala Inspektorat Halmahera Timur justru memberikan jawaban mengambang yang terkesan menghindar.

“Saya juga banyak kenal wartawan,” ujarnya santai, ketika dikonfirmasi oleh tim investigasi media.

Pernyataan ini menambah kecurigaan publik atas ketidakseriusan lembaga pengawas internal pemerintah daerah dalam menangani kasus-kasus korupsi di desa.

Dengan bukti-bukti yang mulai terang benderang dan sorotan masyarakat yang semakin tajam, kini tidak ada alasan lagi bagi aparat hukum untuk menutup mata. Marwin Dehe, Rut Layang, dan para aktor lain di balik layar perampokan dana desa ini harus dijemput paksa dan diadili sesuai hukum.

“Ini uang rakyat! Ini pelanggaran HAM ekonomi! Kalau hukum masih hidup di Halmahera Timur, maka tangkap dan penjarakan mereka semua sekarang juga!” pungkas Oktovianus Leki, mengakhiri pernyataannya.


 

Jurnalis: Dodi SH, Nay.

Editor: Redaktur Jakarta

Liputan Investigasi Radar Tipikor 

Array
Related posts
Tutup
Tutup