HALMAHERA TIMUR – Pembangunan desa di Kabupaten Halmahera Timur kembali tercoreng! Kali ini, sorotan tajam publik mengarah kepada Kepala Dinas Perkim Haltim, Ir. Muliastuti, ST, dan Kepala Desa Dodaga, Mursidin Abu, yang diduga kuat terlibat dalam praktik mafia proyek serta perampokan hak tanah rakyat.
“Saya dibodohi Kadis Perkim!”
Ungkapan penuh kekecewaan ini disampaikan langsung oleh Desmil, salah satu pemilik tanah di Desa Hatetabako, Kecamatan Wasile Tengah. Tanah miliknya yang bersertifikat dibongkar secara paksa tanpa ganti rugi oleh kontraktor proyek yang disebut bernama Budi Liem, yang diduga kuat adalah “antek” dari Kadis Perkim Ir. Muliastuti.
“Kami diminta lengkapkan berkas, disuruh ke kantor Perkim. Tapi ujung-ujungnya kami malah dikibuli. Ibu Kadis bilang tanah kami takkan diganti rugi, katanya sudah ‘diselesaikan’. Diselesaikan dengan dasar hukum apa? Ini bentuk penipuan terang-terangan!” – ujar Desmil geram.
Tak hanya soal penggusuran tanpa ganti rugi, aroma busuk mafia proyek juga terendus di Desa Hatetabako, yang disebut menerima 10 unit bantuan rumah fisik namun hingga kini proyek tersebut gagal total alias mangkrak! Biang keroknya tak lain adalah Mursidin Abu, Kepala Desa Dodaga yang merangkap sebagai kontraktor!
“Ini gila! Kepala desa bisa merangkap jadi kontraktor? Ini jelas bertentangan dengan hukum. Harusnya segera ditangkap dan diproses hukum!” tegas Oktovianus Leki, S.H., praktisi hukum kepada tim investigasi Radar Tipikor.
Fakta makin mengejutkan muncul. Mursidin Abu diduga bebas memainkan proyek karena memiliki hubungan darah dengan Bupati Halmahera Timur, Ubaid Yakub! Ia bahkan disebut pernah menangani proyek di Kecamatan Wasile Utara, dan kini menyuplai sendiri material proyek di Hatetabako dengan skema hutang piutang tak jelas.
Ironisnya, proyek ini tak dibayar meski dana desa sudah cair berkali-kali! Sejumlah material seperti semen dan seng diambil atas nama pribadi oleh Mursidin, atas perintah kaur desa Hatetabako Eli Puragam, yang merupakan rekan bisnisnya di perdagangan kopra.
“Semua bahan dari saya, tapi hingga kini belum dibayar. Tapi tolong jangan dipublikasikan dulu karena saya ada hubungan keluarga dengan Bupati,” ujar Mursidin saat dikonfirmasi, dalam rekaman yang kini beredar di kalangan wartawan dan LSM.
Menurut Oktovianus Leki, SH. Bahwa Dasar Hukum & Ancaman Pidana yang Dikenakan
Perbuatan Ir. Muliastuti dan Mursidin Abu jelas melanggar sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:
- UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa – Melarang kepala desa terlibat dalam pengelolaan proyek dana desa jika menimbulkan konflik kepentingan.
- UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 – Melarang setiap penyelenggara negara melakukan penyalahgunaan wewenang, termasuk pengadaan barang dan jasa.
- Permendagri No. 20 Tahun 2018 – Menegaskan keharusan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana desa.
Jika terbukti, keduanya dapat dikenakan pidana penjara minimal 4 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar, serta pemberhentian dari jabatan publik.
Seruan Tegas Kepada APH!
Kejaksaan Tinggi Maluku Utara (KEJATI MALUT) dan Polres Halmahera Timur didesak segera:
- Menangkap dan menetapkan Ir. Muliastuti sebagai tersangka.
- Mengusut aliran dana proyek PL dan Dana Desa di Desa Dodaga dan Hatetabako.
- Memeriksa laporan harta kekayaan (LHKPN) Mursidin Abu.
- Memblokir rekening desa yang diduga jadi tempat penampungan dana fiktif.
- Memeriksa hubungan kekeluargaan antara Bupati dan Kades sebagai indikasi nepotisme.
Disampaikan Presiden Prabowo Subianto telah instruksikan: “Dana desa jangan jadi mainan! Siapa pun yang menyalahgunakan harus dihukum!”
Apakah hukum akan tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Ataukah Kejati Malut dan Polres Haltim akan berani menegakkan keadilan?
Publik menanti keberanian aparat hukum! Jangan biarkan kejahatan berjubah jabatan merampok hak rakyat!
Jurnalis: Dodi SH. Nay
Editor: Redaktur Jakarta
(TIM INVESTIGASI – RADAR TIPIKOR)