Kades Dodowo Terancam 20 Tahun Bui, Kejati Malut Didesak Tuntaskan Skandal Rp 6 Miliar Dugaan Kerjasama DPMD dan Inspektorat Halut

Fakta Mega Korupsi: Dari Motor Butut ke “Istana Sultan”

Maluku Utara, Radar Tipikor — Masyarakat Dodowo, Galela Utara, meledak amarahnya setelah menguak transformasi dramatis Kades Mufadil Abd Muthalib. Sebelum jadi Kades, Hanya punya motor butut, tanpa usaha sampingan, Setelah berkuasa Bangun istana sultan (rumah mewah), beli 3 mobil (Avanza Veloz, Xenia, Pic Up), 3 motor metik, dan kebun kelapa warga yang “berpindah tangan”.

Hal ini terlihat dari Modus Operandi dari proyek fiktif pembibitan pala/ternak kambing, mark-up anggaran (LPJ tidak real), dan alih dana untuk utang pribadi.

Keterangan dari pelapor. “Dari mana uangnya? Gaji Kades mana cukup! Setiap ditanya, dia bilang ‘itu punya anak atau ipar’! Padahal anaknya tak kerja tetap. Ini penghinaan buat masyarakat!”. Ahmad Sitoru,  Pelapor warga Dodowo.

Oktovianus Leki, S.H. Pengacara Pendamping Korban, mengecam sistem mafia terstruktur. Kolusi Aparat Kejari Halut dianggap “takut pada Frans Manery” (mantan Bupati) dan istri yang diduga back-up kasus. Kades dijadikan “ATM berjalan” dengan setoran ke oknum kejaksaan.

Warga dibunkam, dari keterangan dua orang warga (Ahmad Sitoru & Djalal) yang dikriminalisasi usai demo pemalangan kantor desa tahun lalu.

Warga masyarakat berharap jika dengan ancaman hukum Jika terbukti, Mufadil bisa dijerat Pasal 2/3 UU Tipikor (20 tahun penjara + denda Rp1 miliar).

“Aparat harus berpihak pada rakyat! Semua bukti terang: LPJ fiktif, gaji tak sebanding aset! Kejati Malut harus ambil alih kasus ini!”. Oktovianus Leki, S.H.

Kejasaan Tinggi Maluku Utara harus ikuti Perintah Jaksa Agung (ST Burhanuddin), terkait pendekatan preventif-Represif, Kejaksaan wajib telusuri aset koruptor dan pulihkan kerugian negara. Peran JPN (Jaksa Pengacara Negara Beri pendampingan hukum untuk minimalisir korupsi di daerah. Transparansi Anggaran Gunakan Asas Umum Pemerintahan Baik (AUPB) sesuai UU No. 30/2014.

Berdasarkan informasi bahwa, Inspektorat Halut tengah audit 12 desa bermasalah, termasuk Dodowo dan 8 desa sudah diserahkan ke Kejari Halut, tapi tidak ada progres hukum, dan diduga sudah terjadi 86 kasus. Mengunakan alasan yang sudah basih atau alasan klasik, “Administrasi kurang” atau “bukti belum lengkap”, nampak sekali kualitas sumber data manusia kejaksaan yang bermental korup dan tidak profesional dalam bekerja, merugikan uang negara tidak berintegritas.

Desakan ke Kejati Malut, dari warga masyarakat. “Jangan Khianati Presiden Prabowo!” Masyarakat menuntut Harry Ahmad Pribadi SH.MH. (Kajati Malut), Audit Total dana desa periode Mufadil (2016-2025), termasuk ADD, DD, dan dana kelompok pala/ternak. Ambil Alih Kasus dari Kejari Halut yang dianggap “Alergi wartawan dan abai bukti”. Usut Keterlibatan BPMD & Inspektorat yang diduga tutup mata atas LPJ fiktif.

“Sesuai atensi Presiden Prabowo soal pengawasan dana desa jangan diabaikan! Kejati harus buktikan integritas, bukan kubu koruptor!”. Tegas Oktovianus Leki.

Data kerugian negara dari informasi di himpun dari DPMD dan Inspektorat yang di temukan pada tahun 2016–2020  Rp600 juta Pembangunan, pembibitan pala, 2021–2025 (diduga) Rp6 miliar Proyek fiktif, mark-up anggaran.

Kasus Dodowo adalah pukulan telak bagi reformasi hukum Jaksa Agung. Jika Kejati Malut gagal bertindak, pesan yang tersampaikan:
“Koruptor desa bebas bila punya ‘backing’ pejabat dan setoran ke aparat!”.

Masyarakat Dodowo menanti keadilan, bukan sekadar janji di Rapat Koordinasi Nasional.

Pemberitaan ini didukung bukti: Laporan ICW 2022 , Audit Inspektorat Halut, dan investigasi lapangan tim media, yang berharap Kejati Maluku Utara jangan lemah karna mau di suap hingga negara republik Indonesia malu di mata internasional.

 

Penulis: Dodi SH. Nay

Editor: Redaktur Jakarta

Array
Related posts
Tutup
Tutup