Iswan Samma: Somasi Kapolda Malut Cacat Hukum

Bandung, Jawa Barat – Praktisi hukum nasional, Iswan Samma, S.H., dari Setara Law Office Bandung, menyampaikan sikap kritis terhadap somasi kedua yang dilayangkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara, Irjen. Pol. Drs. Waris Agono, M.Si., kepada warga di Kelurahan Ubo-ubo, Kayu Merah, dan Bastiong Karance, Kota Ternate. Rabu (28/05/25)

Surat somasi bertanggal 12 Mei 2025 itu menyatakan bahwa warga menempati tanah yang diklaim sebagai milik Polri berdasarkan Hak Pakai No. 3 Tahun 2006, dan diminta untuk meninggalkan lokasi dalam waktu 60 hari. Jika tidak, akan dilayangkan somasi ketiga.

Iswan Samma menilai bahwa tindakan Kapolda Malut tersebut tidak sesuai dengan prinsip hukum perdata dan melampaui batas kewenangan pejabat negara.

“Somasi adalah instrumen hukum privat. Dalam praktik perdata, somasi semestinya dilakukan oleh kuasa hukum dari pihak yang berkepentingan, bukan langsung oleh pejabat negara tanpa dasar kuasa keperdataan yang sah. Ini berpotensi menyimpang dari asas legalitas,” tegas Iswan.

Lebih lanjut, Iswan menyoroti kejanggalan formil dalam surat somasi, terutama karena salah satu pihak yang disebut—almarhum Saleh Muhammad, tokoh masyarakat Ubo-ubo—telah wafat beberapa waktu lalu. Hal ini, menurutnya, membuat somasi tersebut cacat secara hukum dan tidak patut dijadikan dasar tindakan lebih lanjut.

Dalam upaya mengangkat persoalan ini ke tingkat nasional, Iswan menyatakan akan melibatkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), untuk turut menyuarakan keprihatinan publik terhadap persoalan ini.

“Persoalan agraria dan konflik tanah bukan hanya soal lokalitas, tapi soal wajah keadilan sosial. Saya akan menggandeng Pak Dedi Mulyadi untuk ikut mengawal isu ini ke pusat dan mengingatkan negara agar hadir dalam konflik rakyat,” ujar Iswan.

Zulkifli Makatita, jurnalis senior dan pegiat media dari Maluku Utara, menegaskan bahwa publik memiliki hak untuk mempertanyakan dan mengkritik tindakan aparat negara. Ia menyitir UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 sebagai dasar perlindungan terhadap kebebasan berekspresi.

“Kritik terhadap pejabat negara bukan pelanggaran, tapi kontrol sosial. Warga tidak boleh diintimidasi dengan surat-surat bernada ancaman hukum,” jelas Zulkifli.

Dalam rilis ini, Wali Kota Ternate, Dr. M. Tauhid Soleman, turut disorot karena dinilai lamban dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Tauhid yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah dinilai mengetahui kronologi konflik ini sejak awal.

Begitu pula, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda diminta untuk tidak bersikap pasif dan segera mengambil langkah konkret sebagai representasi pemerintah daerah demi keadilan bagi warga.

Redaksi menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria ini harus dilakukan secara adil, transparan, dan berlandaskan pada supremasi hukum serta penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pers hadir sebagai instrumen edukasi publik dan pengawasan terhadap setiap kebijakan serta tindakan pejabat negara.

Rilis ini disusun berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dalam menjaga ruang demokrasi dan keadilan bagi rakyat Indonesia.

 

Penulis: Mang Hary

Editor: Redaktur Jakarta 

 

Array
Related posts
Tutup
Tutup