Dugaan Suap & Miras Lindungi Kafe Haram! Star Kafe dan GK Kafe, Kapolda Malut Didesak Bongkar Skandal Oknum APH Halmahera Tengah

WEDA, MALUKU UTARA — Suara musik menggelegar setiap malam dari dua titik di jantung Kota Weda—Stars Kafe dan GK Kafe. Namun, di balik gemerlap lampu dan irama karaoke, tersimpan sebuah kisah muram yang mulai menjadi buah bibir masyarakat.

“Beta tra bisa tahan lagi, malam minggu tong su mau pigi gereja, dorang masih putar lagu keras-keras sampe subuh,” ujar seorang warga Desa Fidi Jaya yang meminta namanya dirahasiakan kepada tim investigasi. Ia menatap tajam ke arah dua bangunan itu, seperti menantang keheningan malam yang terusik.

Kedua kafe yang terletak persis di tengah kota itu, hanya beberapa langkah dari rumah ibadah, kini disorot karena bukan saja dianggap meresahkan, tapi juga menjadi sarang praktik ilegal. Di dalamnya, menurut kesaksian warga dan hasil penelusuran, terjadi transaksi minuman keras ilegal—mulai dari anggur merah, bir putih, bir hitam, hingga cap tikus, yang disuplai dari rumah milik seorang pria bernama Ko Roy, yang dulunya adalah toko bangunan.

“Beta lihat sendiri, ada oknum polisi masuk di dalam room karaoke dengan pengusaha BBM, Mardin. Bahkan ada oknum TNI yang berjaga tiap malam di sana. Bukan jaga keamanan, tapi kayak jadi bagian dari kegiatan,” ujar narasumber lain dengan nada getir.

Lebih jauh lagi, Praktisi Hukum Oktovianus Leki, S.H., angkat bicara. Ia menyatakan bahwa aktivitas semacam ini jelas melanggar hukum, dan jika benar aparat penegak hukum (APH) terlibat atau membiarkan, maka itu merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap tugas dan kewenangan institusi.

“Undang-undang sudah jelas. Tempat hiburan malam harus berada jauh dari rumah ibadah dan permukiman. Itu diatur dalam Perda tentang Ketertiban Umum, juga Perbup Halmahera Tengah,” tegas Oktovianus.

Praktik ini disebut terjadi tiap malam hingga minggu, dengan lokasi pusat di dua kafe yang berada di Desa Fidi Jaya, Kota Weda. Puncaknya terjadi di malam hari, di mana warga sedang mempersiapkan ibadah subuh dan umat Kristen hendak menyambut Minggu dengan tenang.

Bagi Okto Masalah ini menjadi darurat karena dua alasan utama, Pertama Gangguan kamtibmas, Karna suara bising, keributan akibat pengaruh alkohol, dan gangguan moral masyarakat. Adanya Indikasi suap, karna diduga kuat ada “upeti” dari pemilik kafe kepada oknum APH agar praktik mereka dibiarkan.

“Ini sudah seperti ‘ritual tahunan’. Tiap kali ganti Kapolres, tong heran, kafe tetap jalan, miras tetap masuk, masyarakat tetap resah,” ungkap Oktovianus.

Oktovianus mendesak Kapolda Maluku Utara, Brigjen Pol Drs. Waris Agono, M.Si, untuk segera menurunkan tim khusus dan melakukan audit etik dan disiplin di Polres Halmahera Tengah.

“Jika dugaan suaka oleh oknum APH ini benar, maka mereka bukan hanya mencederai hukum negara, tapi juga mengkhianati sumpah Polri dan mencemari kehormatan institusi TNI-Polri,” tegasnya.

Ia juga meminta Bupati Halmahera Tengah, Ikram Malan Sangaji, untuk melakukan evaluasi dan penertiban terhadap izin operasi kafe, mengacu pada, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketertiban Umum, Peraturan Bupati (Perbup) tentang Zonasi Tempat Hiburan, Kode Etik Polri (Perkap No. 14 Tahun 2011)

Hukum adat dan norma-norma Kesultanan Tidore, yang menjunjung tinggi kehormatan masyarakat dan kesucian lingkungan ibadah.

“Dalam adat Tidore, ‘agama jadi lampu negeri, adat jadi tiang negeri’. Kalau suara lagu dan mabuk-mabukan lebih kuat dari suara adzan dan lonceng gereja, maka negeri ini sudah kehilangan arah,” tutupnya.

Radar Tipikor Kami akan terus mengawal kasus ini. Kepada para aparat yang disebut, hak jawab dan klarifikasi terbuka. Namun yang pasti, suara rakyat yang haus ketenangan dan keamanan, tak boleh terus dibungkam oleh dentuman musik dan aroma minuman keras.

 

Jurnalis: Dodi SH. Nay

Editor: Redaktur Jakarta

Array
Related posts
Tutup
Tutup