Polres Ternate Dilaporkan Ke Kompolnas, Terkait Razia  Diwarnai Ketimpangan dan Penghambatan Kerja Jurnalis

Maluku Utara, Ternate – Operasi razia Polres Ternate yang menyasar pasangan non-suami-istri di penginapan serta penertiban miras jelang Ramadan menuai kontroversi. Di balik tujuan mulia menjaga ketertiban, muncul laporan kuat tentang *tebang pilih* penegakan hukum dan upaya penghalangan kerja wartawan oleh oknum aparat. Kamis (20/02/25)

Menurut sejumlah saksi di lokasi, razia yang digelar sejak pagi itu terkesan diskriminatif. Pasangan yang diduga melanggar norma langsung ditindak, sementara pemasok miras dan pemilik usaha ilegal tertentu justru luput dari jerat hukum. Seorang warga yang enggan disebut namanya mengaku melihat ketidakjelasan prosedur: “Ada yang seperti punya koneksi dengan petugas, hanya dicatat lalu dibebaskan. Sementara pasangan biasa langsung dibawa ke polres.”

Fakta ini memantik pertanyaan: Apakah operasi ini sekadar pencitraan atau benar-benar untuk penegakan hukum? Jika tujuannya menjaga moral publik, mengapa ada pihak yang seolah mendapat “perlindungan”?

Persoalan lain muncul ketika seorang oknum intel Polres Ternate, dikenal dengan panggilan “Abi”, menghalangi salah seorang wartawan dari media FaduliNews.com. yang hendak meliput proses razia di lantai dua sebuah hotel. Alasan yang dikemukakan adalah “menjaga privasi” tersangka. Padahal, menurut UU No. 40/1999 tentang Pers dan UU No. 14/2008 tentang KIP, informasi terkait operasi publik wajib terbuka kecuali masuk kategori rahasia.

“Ini aneh. Kami sudah rekam bukti visual, tapi saat akan wawancarai pihak terkait, justru dihentikan. Alasannya menunggu rilis humas. Jika semua berita harus menunggu rilis resmi, mana mungkin media bekerja independen?” protes salah satu jurnalis yang hadir. Tindakan ini juga berpotensi melanggar Pasal 18 UU Pers yang mengancam penghambat kerja pers dengan hukuman 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Menanggapi insiden ini, sejumlah langkah telah disiapkan para wartawan di Maluku Utara berencana melaporkan oknum “Abi” ke Kompolnas, Komisi Informasi Publik, dan Dewan Pers. Sementara itu, Kapolda Maluku Utara didesak untuk mengevaluasi kinerja Polres Ternate, termasuk dugaan praktik tebang pilih dan perlindungan bisnis miras ilegal.

Hal ini mendapat tanggapan juga dari rekan rekan aktifis, “Jika polisi justru jadi tameng pelanggar hukum, kepercayaan masyarakat akan hancur. Kapolda harus bertindak tegas, bukan hanya memberi peringatan kosong.”

Operasi Polres Ternate seharusnya menjadi bukti komitmen penegakan norma, tetapi ketidakadilan dan sikap anti-keterbukaan justru mengubur maksud baik tersebut. Tanpa investigasi independen, kasus ini berisiko menjadi cermin bobroknya sistem hukum sekaligus ancaman bagi kebebasan pers. Masyarakat dan media kini menunggu tindakan nyata: akuntabilitas atau pengabaian? **

Redaksi Tim Investigasi

Editor: Redaktur Jakarta

Array
Related posts
Tutup
Tutup