Maluku Utara. Halmahera Barat – Kekerasan kembali mencoreng wajah institusi pemerintah daerah Halmahera Barat. Ajudan Bupati Halmahera Barat, Brigpol Charles Aniky, yang juga merupakan oknum anggota Polres Halbar, diduga melakukan kekerasan terhadap seorang warga Desa Guaemadu, Hardi Jafar Dano Dasim alias Don Joao, saat berlangsungnya hearing terkait kelangkaan minyak tanah di Kantor Bupati Halbar.
Kejadian tersebut bermula dari rapat yang digelar oleh Bupati Halmahera Barat, James Uang, bersama Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Kadisperindagkop) Demisius O. Boky, serta para pemilik pangkalan minyak tanah di Halbar pada pukul 14.40 WIT. Dalam rapat tersebut, dibahas masalah kelangkaan minyak tanah yang semakin meresahkan masyarakat.
Usai hearing, Bupati James Uang mengundang wartawan untuk melakukan wawancara terkait masalah ini pada pukul 15.50 WIT. Di saat yang bersamaan, Don Joao, salah satu warga yang mengikuti hearing, mencoba menanyakan langsung kepada Kadisperindagkop Demisius O. Boky mengenai alasan pemotongan jatah minyak tanah di setiap pangkalan di Halbar. Namun, tindakannya dihalangi oleh Brigpol Charles Aniky yang kemudian mengusir Don Joao. Situasi memanas ketika adu mulut terjadi antara keduanya hingga berujung pada aksi kekerasan. Don Joao mengaku dipukul, dibanting, dan diinjak perutnya oleh ajudan Bupati.
Hardi Jafar Dano Dasim alias Don Joao saat dikonfirmasi usai hearing menyatakan ketidakpuasannya terhadap tindakan anarkis yang dilakukan Brigpol Charles Aniky. “Aksi pemukulan itu bakal saya laporkan ke Propam Polda Maluku Utara, besok ataupun lusa, pokoknya secepatnya,” ujarnya tegas.
Don Joao menjelaskan kehadirannya dalam hearing tersebut didorong oleh dugaan pengurangan minyak tanah di pangkalan-pangkalan yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Berdasarkan pengamatannya, jatah yang seharusnya 12 ton hanya disalurkan 8 ton, yang 15 ton menjadi 10 ton, bahkan ada yang jatahnya 60 ton hanya mendapatkan 59 ton.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Brigpol Charles Aniky melanggar beberapa aturan hukum yang berlaku di Indonesia:
1. KUHP Pasal 351 tentang Penganiayaan: Pasal ini menyebutkan bahwa penganiayaan yang menyebabkan luka ringan maupun berat dapat dikenai hukuman pidana. Penganiayaan yang dilakukan oleh oknum aparat kepada warga sipil termasuk dalam kategori ini dan dapat diperberat hukuman karena pelakunya adalah aparat penegak hukum.
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: Pasal 33 dan 34 dalam undang-undang ini menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya. Tindakan kekerasan oleh aparat bertentangan dengan prinsip-prinsip ini.
3. Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri: Tindakan Brigpol Charles Aniky yang melakukan kekerasan terhadap warga bertentangan dengan kode etik profesi Polri yang menekankan perlindungan hak asasi manusia dan pelaksanaan tugas dengan profesionalisme, proporsionalitas, dan kewajaran.
4. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: Pasal 13 ayat 1 undang-undang ini menegaskan bahwa tugas utama Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tindakan kekerasan oleh seorang anggota Polri jelas bertentangan dengan tugas pokok ini.
Diharapkan pihak kepolisian segera bertindak, dengan adanya laporan resmi ke Propam Polda Maluku Utara, diharapkan kasus ini dapat segera ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku dan memberikan keadilan kepada korban serta menjadi pelajaran bagi aparat lainnya untuk tidak melakukan tindakan sewenang-wenang. (Ajo)