Maluku Utara. Halmahera Utara, Tobelo — Kejaksaan seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum dan pemberian pelayanan terhadap masyarakat. Namun, baru-baru ini, Kejaksaan Negeri Halmahera Utara (Kejari Halut) justru menjadi sorotan negatif akibat dugaan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Kejaksaan, Ahsan. Dugaan ini mencuat setelah beberapa warga Desa Bobale dan awak media mendatangi kantor Kejari pada Selasa, 09 Juli 2024 untuk mencari keadilan, namun justru mendapat perlakuan arogan dan ditolak mentah-mentah. Jumat 11 Juli 2024.
Dalam kunjungan tersebut, warga Desa Bobale yang berharap dapat memperoleh keadilan malah diusir oleh Ahsan, Kepala Kejaksaan Halut. Sikap angkuh dan arogan Ahsan mencerminkan ketidakpedulian terhadap masyarakat yang datang dengan niat baik. Kejadian ini mengundang kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat dan menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan komitmen Kejari Halut dalam melayani masyarakat.
Tidak hanya itu, beberapa kasus besar seperti kasus korupsi dana BPJS Kesehatan, proyek solar cell, serta kasus yang melibatkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Halut, yang seharusnya ditangani dengan serius oleh Kejari Halut, diduga sengaja dibiarkan. Muncul dugaan kuat bahwa Ahsan terlibat dalam kolusi dengan mafia kasus dan pejabat korup seperti Bupati Halut, Frans Manery, yang kini tengah menjadi incaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tindakan Ahsan yang mengabaikan laporan masyarakat dan diduga menerima suap serta menjadi makelar kasus jelas melanggar hukum dan kode etik kejaksaan. Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Kode Etik Kejaksaan, seorang jaksa wajib menjunjung tinggi keadilan, kejujuran, dan integritas. Dugaan keterlibatan Ahsan dalam praktik korupsi dan kolusi ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi kejaksaan, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh setiap jaksa.
Masyarakat Desa Bobale dan berbagai pihak kini mendesak Kejaksaan Agung untuk segera mencopot Ahsan dari jabatannya dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan praktik suap dan kolusi yang melibatkan Ahsan serta pejabat terkait lainnya. Penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu sangat diperlukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan.
Seorang warga Desa Bobale mengungkapkan, “Kami heran, apakah kantor kejaksaan yang dibangun di Halmahera Utara ini untuk pelayanan masyarakat atau hanya untuk melindungi para pejabat korup? Kami menuntut keadilan dan tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat.”
Kasus ini mencerminkan betapa pentingnya integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas penegakan hukum. Masyarakat berharap agar kejaksaan kembali pada fungsi utamanya sebagai pelindung keadilan dan pemberi pelayanan hukum yang bersih dan transparan. Kejaksaan Agung diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menindaklanjuti kasus ini demi menjaga marwah institusi dan kepercayaan publik.
Terkait penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi di Kejaksaan Halmahera Utara, wartawan Radar Tipikor akan terus melakukan penelusuran dan investigasi terkait berbagai kasus yang terkesan ada unsur permainan dan kolaborasi kerjasama dengan pihak pihak terkait dalam penanganan berbagai kasus, khususnya dilingkup pemerintah daerah Halmahera Utara, hingga keterlibatan bupati Frans Manery dan jajarannya.
Penulis: Dodi
Editor: Redaktur