Merasa Kebal Hukum, La Rani Bos Besar Mafia Kayu Ilegal dan Oknum Aparat Terlibat!

Maluku Utara, Halsel – Jaringan mafia kayu ilegal yang telah beroperasi selama bertahun-tahun di Maluku Utara akhirnya terbongkar! Seorang pengusaha kayu, La Rani, mengungkap praktik perusakan hutan yang sistematis dan melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum aparat keamanan Polisi dan Kehutanan yang diduga menjadi beking utama bisnis haram ini.

Dalam pengakuannya, La Rani secara terang-terangan mengakui bahwa ia membeli kayu ilegal dari para penebang liar di wilayah Gane Barat dan Gane Timur, kemudian menjualnya ke Weda, Halmahera Tengah.

“Ada operator senso (penebang liar) yang menjual kayu ke kami. Kami beli, mereka angkut ke Weda,” ujar La Rani tanpa ragu, seolah bisnis gelap ini telah menjadi praktik yang biasa.

Namun, fakta yang lebih mencengangkan terungkap. La Rani diduga bukan sekadar pembeli kayu ilegal, tetapi otak utama di balik jaringan pembalakan liar ini. Ia mengendalikan ratusan operator gergaji dan penarik kayu (kerbau) yang setiap hari merusak hutan tanpa hambatan. Kayu hasil jarahan ini disebut-sebut dijual ke UD Amelia di Kota Weda.

Foto : Proses Distribusi Kayu Ilegal yang Sering dilakukan Pada Malam Hari Lintas Halmahera Selatan Menuju Penampungan Halmahera Tengah dan Lokasi Penyebaran di Titik Lokasi Pembeli.

 

Selain itu, sumber lain mengungkap bahwa La Rani memiliki satu unit dump truck yang dikredit atas nama Hi. Abdul Latif, yang diduga kuat digunakan untuk mengangkut kayu ilegal tanpa rasa takut.

Oknum Aparat Terlibat, Pos Polisi Jadi Gerbang Aman Mafia Kayu

Lebih mengerikan lagi, truk bermuatan kayu ilegal ini dapat dengan mudah melewati sejumlah pos polisi, termasuk Polsek Gane Timur dan Sub Sektor Polres Halmahera Tengah, tanpa hambatan. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa ada oknum aparat yang ikut bermain dalam jaringan mafia kayu ilegal ini.

“Semua urusan pengamanan dari polisi, dinas kehutanan, bahkan pihak terkait, sudah diatur oleh Hi. Abdul Latif di Weda,” ungkap La Rani, menyingkap keterlibatan para pihak yang seharusnya menegakkan hukum dan melindungi lingkungan.

Praktik ilegal ini tidak hanya merusak ekosistem hutan, tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi negara. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap tindakan pembalakan liar dapat dikenai sanksi pidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar. Selain itu, negara kehilangan potensi pendapatan dari retribusi kayu sah yang seharusnya masuk ke kas negara.

Tidak hanya itu, oknum aparat yang terbukti terlibat dapat dijerat dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena menerima suap atau gratifikasi dari aktivitas ilegal. Jika terbukti, mereka dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau pidana 20 tahun penjara dengan denda maksimal Rp1 miliar.

Kini, publik menanti keberanian aparat penegak hukum dalam menindak para pelaku yang telah terang-terangan mengakui kejahatannya. Akankah mereka bertindak tegas atau justru memilih bungkam demi melindungi jaringan mafia ini?

Masyarakat Maluku Utara menuntut keadilan dan berharap skandal ini menjadi momentum bagi negara untuk menegakkan supremasi hukum oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Kementrian Kehutanan, agar lebih peduli menyelamatkan hutan dari kehancuran lebih lanjut.

 

Penulis: Dodi

Editor: Redaksi Jakarta

 

Array
Related posts
Tutup
Tutup