Maluku Utara – Investigasi terbaru mengungkap jaringan mafia kayu lintas kabupaten yang diduga dikendalikan oleh pengusaha Haji Latif dan La Rani. Keduanya diduga kuat menjalankan bisnis kayu ilegal dengan dukungan dari oknum Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Halmahera Selatan dan sejumlah aparat penegak hukum di Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah. Rabu (26/02/25)
Menurut sumber terpercaya, operasi Haji Latif dan La Rani menggunakan nama usaha UD. Amelia dan berbagi dokument kayu yang di oplos, sebagai kedok untuk mengelabui aparat. Namun, izin usaha mereka diduga tidak sah dan diperoleh melalui jalur tidak resmi. Modus utama yang digunakan adalah penyalahgunaan nota angkutan berlogo Dinas Kehutanan, yang diyakini hanya berupa dokumen palsu tanpa dasar legal yang valid.

Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa kayu olahan dari Gane Timur, Halmahera Selatan, secara rutin dikirim ke berbagai wilayah tanpa melalui prosedur yang sah. Setiap tiga hari sekali, truk bermuatan kayu ilegal melintasi jalur perbatasan tanpa mengalami hambatan dari petugas, mengindikasikan adanya dugaan penyogokan terhadap oknum aparat dan pejabat terkait.
Dugaan Korupsi dan Kerugian Negara
Praktisi hukum Oktovianus, S.H., menegaskan bahwa kegiatan ini berpotensi melanggar berbagai peraturan, termasuk:
- Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
- Pasal 12 ayat (1) melarang penebangan dan pengangkutan kayu tanpa izin resmi.
- Pasal 94 mengatur sanksi pidana bagi pelaku, dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
- Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Pasal 50 ayat (3) huruf e menegaskan bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak sah.
- Pelanggar dapat dikenakan pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
- Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Jika terbukti ada keterlibatan pejabat atau aparat dalam suap atau gratifikasi, mereka bisa dijerat dengan pidana seumur hidup atau 4-20 tahun penjara serta denda hingga Rp1 miliar.
Kapolri Diminta Bertindak: Polisi Daerah Diduga “Masuk Angin”
Kasus ini menjadi sorotan publik karena ilegal logging di Maluku Utara bukanlah masalah baru, tetapi telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum di tingkat daerah. Banyak pihak menduga bahwa oknum aparat kepolisian di daerah sudah “masuk angin” akibat suap dari para pelaku, sehingga mereka terus beroperasi dengan leluasa.
Masyarakat dan berbagai elemen sipil kini mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan dan segera menangkap para pelaku, termasuk para pejabat dan aparat yang diduga terlibat dalam perlindungan bisnis ilegal ini.
“Sudah saatnya Kapolri turun langsung, karena jika hanya mengandalkan aparat kepolisian daerah, kasus ini tidak akan pernah selesai. Para mafia ini sudah terlalu lama merajalela, merusak hutan, dan merugikan negara,” tegas seorang aktivis lingkungan yang enggan disebutkan namanya.
Jika tindakan hukum tidak segera diambil, dikhawatirkan praktik ilegal logging ini akan semakin menjadi-jadi, merusak lingkungan, dan memperparah kerugian negara. Masyarakat pun berharap adanya operasi khusus dari Mabes Polri dan KPK untuk membongkar seluruh jaringan mafia kayu ini, termasuk mengusut aliran dana yang diduga mengalir ke berbagai pihak.
Investigasi masih terus berlanjut untuk mengungkap jaringan mafia kayu ini, hingga pelaporan ke Mabes Polri, KPK dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan mendapatkan Tanggapan dari Presiden Prabowo Subianto. Hingga berita ini diturunkan, Haji Latif maupun La Rani belum memberikan klarifikasi resmi terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Jurnalis: Dodi SH, Nay
Editor: Redaktur Jakarta