Terbongkar! Dugaan Korupsi Berjamaah di ASDP Maluku Utara, Kejati Diminta Segera Bertindak

Praktik Curang di ASDP Kota Ternate Bastiong Diduga Rugikan Negara Miliaran Rupiah

Maluku Utara, Ternate — Kasus dugaan korupsi di ASDP Maluku Utara kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka pada 16 Agustus 2024, dengan total kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun. Penetapan ini mengungkap adanya praktik korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di internal ASDP, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang telah berlangsung lama dan merugikan negara serta masyarakat.

Berdasarkan temuan tim investigasi Radar Tipikor di Maluku Utara, sejumlah praktik kecurangan terindikasi terjadi di beberapa pelabuhan ferry, melibatkan oknum ASDP dan pihak-pihak terkait. Data dan fakta yang dihimpun di lapangan menunjukkan adanya praktik korupsi berantai yang merugikan negara. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara didesak untuk segera memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat di ASDP Kota Ternate Bastiong terkait dugaan korupsi berjamaah ini.

Investigasi yang dilakukan sejak 2022 hingga awal 2024 menemukan indikasi kuat bahwa praktik korupsi di ASDP dilakukan secara terorganisir dengan keterlibatan sejumlah pejabat tinggi. Pejabat yang diduga terlibat dalam kasus ini antara lain Handoyo (General Manager), Tri Bustanto (Kepala Bidang Usaha), dan Farid (Kepala Bidang Pengawasan Lapangan).

Korban-korban mengungkapkan bahwa mereka dikenakan tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan tanpa proses penimbangan kendaraan terlebih dahulu. Misalnya, mobil pick-up yang seharusnya ditimbang untuk menentukan tarif, dikenakan biaya Rp1,5 juta tanpa melalui proses penimbangan. Hal serupa terjadi pada kendaraan dump truck yang dikenakan tarif hingga Rp16,7 juta meskipun hanya membawa muatan sedikit.

Diketahui bahwa pengajuan jembatan timbang di ASDP Bastiong Kota Ternate sudah diajukan sejak 2018 dan baru dikerjakan pada 2023 dengan masa pekerjaan kurang lebih empat bulan. Sesuai aturan, setiap pelabuhan wajib memiliki jembatan timbang untuk menghindari kecurangan oleh oknum yang memanipulasi biaya pemuatan kendaraan dan barang. Hal ini diduga bisa dikorupsi atau digunakan untuk tindakan melawan hukum dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan untuk memperkaya diri.

Di pelabuhan ferry milik ASDP, sesuai aturan mengenai kapasitas muatan, tinggi kendaraan maksimal adalah 3,8 meter, dan berat tidak boleh melebihi 12 ton. Namun, kapasitas dermaga ferry Bastiong Ternate mampu menampung berat hingga 28-30 ton, memberikan kesempatan bagi oknum ASDP untuk meraup keuntungan secara ilegal.

Tidak digunakannya jembatan timbang diduga sebagai upaya sengaja untuk memaksimalkan pendapatan yang tidak sah, yang justru merugikan negara.

Foto: Proses Pekerjaan Jembatan Timbang pada Tahun 2023 Milik Pelabuhan ASDP Bastiong Kota Ternate.

 

Praktik ini diduga dilakukan secara sistematis dengan melibatkan berbagai pihak di ASDP, mulai dari petugas lapangan hingga pejabat tinggi. Farid, selaku Kepala Bidang Pengawasan Lapangan, saat dikonfirmasi media, menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan instruksi dari General Manager, Handoyo Priyanto. Sementara itu, Tri Bustanto, Kepala Bidang Usaha, juga memberikan tanggapan serupa, mengklaim bahwa dirinya hanya menjalankan perintah atasan.

Ketua Umum LSM Anti Korupsi Indonesia, Firmansyah, S.H., mendesak agar Kejati Maluku Utara segera memanggil dan memeriksa para pejabat terkait. “ASDP adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang harus menjalankan operasionalnya sesuai dengan SOP yang berlaku. Kegagalan dalam menimbang kendaraan sebelum masuk ke kapal bukan hanya masalah teknis, tetapi merupakan pelanggaran serius yang dapat membahayakan keselamatan penumpang dan merugikan negara,” tegas Firmansyah.

Ia menambahkan bahwa jika dugaan ini terbukti, para pejabat ASDP tersebut telah melakukan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar. Firmansyah juga menyoroti adanya praktik ilegal yang memungkinkan pembayaran tiket dilakukan melalui saluran tidak resmi, serta dugaan penyalahgunaan jembatan timbang, logistik, dan perawatan kapal yang semuanya mengindikasikan adanya kongkalikong di balik layar.

Praktik-praktik ini jelas melanggar beberapa aturan dan hukum yang berlaku di Indonesia, antara lain:

1. **Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001** tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
2. **Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2019** tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, yang mengatur kewajiban penimbangan kendaraan sebelum masuk ke kapal.
3. **Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003** tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menegaskan bahwa BUMN harus dikelola dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.

LSM Anti Korupsi Indonesia meminta agar Kejati Maluku Utara segera mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa pihak-pihak yang terbukti terlibat mendapatkan hukuman yang setimpal. Masyarakat juga diimbau untuk terus melaporkan jika menemukan praktik-praktik serupa di wilayah mereka. Korupsi di sektor BUMN harus diberantas hingga ke akarnya agar kepercayaan publik terhadap lembaga negara ini dapat dipulihkan.

Kejati Maluku Utara diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan. (Bersambung)

Penulis: Dodi

Editor: Redaktur RD

Array
Related posts
Tutup
Tutup