Jakarta, RadarTipikor — Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, memberikan peringatan kepada masyarakat terkait serangkaian modus penipuan deposito dengan bunga tinggi. Peringatan ini disampaikan setelah pertemuan dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) terkait tuntutan nasabah yang merasa tertipu oleh mantan pegawai BTN Pada tanggal 9 Mei 2024,
Yeka mengungkapkan bahwa kasus penipuan yang menimpa BTN bukanlah kejadian pertama. Sebelumnya, telah terjadi dua kasus investasi dengan penawaran bunga tinggi serupa selama dua tahun terakhir.
Pada tahun 2022, terdapat kasus dengan nilai mencapai Rp 15,58 miliar, sedangkan pada tahun 2023, laporan tentang penipuan deposito senilai Rp 4,9 miliar juga diterima.
Dalam kedua kasus tersebut, deposito yang ditawarkan tidak dapat dicairkan karena tidak terdaftar dalam sistem perbankan dan terjadi pemalsuan oleh oknum pegawai bank.
Sebagai langkah solusi, Ombudsman mendorong bank untuk mempertimbangkan opsi percepatan lelang aset tersangka guna mengembalikan dana kepada korban.
Yeka menegaskan bahwa kasus penipuan ini tidak disebabkan oleh kesalahan bank, namun lebih kepada tindakan oknum pegawai yang tidak bertanggung jawab.
Ombudsman juga mendorong bank untuk memperkuat sistem keamanan internal guna mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Yeka menekankan pentingnya bagi masyarakat untuk waspada terhadap penawaran bunga tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kasus penipuan deposito di BTN terjadi karena adanya modus penipuan yang melibatkan oknum mantan karyawan BTN, berinisial ASW dan SCP, yang menawarkan kepada sejumlah pemilik dana untuk menempatkan dana mereka di bank dengan janji suku bunga tinggi sebesar 10 persen setiap bulan atau 120 persen per tahun. Penawaran suku bunga yang tidak realistis ini tidak pernah ada dalam praktik perbankan yang sah.
Proses pembukaan rekening nasabah juga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank.
Deposit yang ditempatkan oleh nasabah tidak tercatat dalam sistem perbankan dan terjadi pemalsuan oleh oknum pegawai bank, sehingga dana deposito tidak dapat dicairkan.
Kasus penipuan ini menunjukkan adanya kerjasama antara oknum mantan karyawan bank dengan pemilik dana untuk menawarkan investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan perbankan, yang pada akhirnya merugikan nasabah dan menimbulkan kerugian finansial yang signifikan. (Amin Handoyo/Red)
Sumber: TEMPO.CO