Praktisi Hukum Oktovianus Leki S.H. Soroti Dugaan Pungli Sistematis: “Dana Desa Dipotong 20%, Siltap 11 Bulan Tak Dibayar, Camat Jual Aturan Fiktif!”
Maluku Utara, Halmahera Utara – Aparat penegak hukum di Maluku Utara didesak segera mengusut tuntas kasus dugaan praktik pungutan liar (pungli) terstruktur yang melibatkan Oknum Camat Galela Utara, Viktor Belian Ali. Kasus ini mencuat setelah sejumlah kepala desa di wilayah tersebut melaporkan pemotongan anggaran operasional desa sebesar 3 juta rupiah per kepala desa, dengan dalih “sosialisasi program ketahanan pangan” instruksi Presiden Hj. Prabowo Subianto. Namun, fakta di lapangan mengejutkan: kegiatan sosialisasi tak kunjung dilaksanakan, sementara dana sudah raib. Rabu (19/02/25)
Menurut keterangan para kepala desa, pemotongan anggaran ini dilakukan bersamaan dengan keterlambatan pembayaran Siltap (Gaji Kepala Desa) selama 11 bulan oleh Kabag Keuangan Pemda Halut, Mahmud Lasidji. “Kami heran, program ketahanan pangan dari presiden tiba-tiba dijadikan alasan untuk memangkas 20% dana desa dan dialihkan ke BUMDes. Tapi kok instruksinya dari camat? Siltap kami belum dibayar, dana desa pun seperti digantung hingga ‘hari kiamat’,” ujar salah satu kepala desa yang enggan disebut namanya.
Praktisi Hukum Oktovianus Leki S.H., dalam analisisnya, menegaskan bahwa tindakan Viktor Belian Ali tidak memiliki dasar hukum. “Instruksi pemotongan 3 juta per kepala desa ini jelas melanggar **UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa** dan **PP No. 43 Tahun 2014** yang mengatur tata kelola dana desa. Tidak ada aturan yang memperbolehkan camat memotong anggaran operasional desa secara sepihak,” tegas Leki.
Lebih lanjut, Leki menyoroti potensi pelanggaran **UU Tipikor (No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)**. “Jika terbukti ada pemotongan tanpa dasar dan dana tidak digunakan sesuai tujuan, ini masuk kategori penggelapan atau penyalahgunaan wewenang. Ancaman hukumannya 5-20 tahun penjara,” paparnya.
Instruksi Viktor juga dinilai melanggar **Permendagri No. 32 Tahun 2020 tentang Kode Etik Aparatur Sipil Negara (ASN)**. “Camat tidak berwenang mengintervensi alokasi dana desa. Ini jelas penyimpangan etik dan abuse of power,” tegas Leki.
Saat dikonfirmasi, Viktor Belian Ali membenarkan pemotongan 3 juta per kepala desa. “Itu untuk kegiatan sosialisasi ketahanan pangan, diambil dari 3% anggaran operasional desa,” klaimnya. Namun, ia tak mampu menunjukkan dasar hukum atau petunjuk teknis yang sah. Kegiatan sosialisasi yang dijanjikan pun hingga kini tidak terlaksana, memicu kecurigaan adanya “bagi hasil” dengan oknum di Pemda Halut.
Aparat Jangan Hanya Jadi Pajangan! Ucap, Oktovianus Leki akan mendesak aparat penegak hukum (Kejaksaan, KPK, dan Polri) untuk bergerak cepat. “Jangan hanya jadi pajangan! Ini kasus langka yang membuktikan mafia anggaran terstruktur di level daerah. Jika dibiarkan, bisa jadi preseden buruk bagi tata kelola dana desa nasional,” tegasnya.
Selain ancaman pidana korupsi, Viktor Belian Ali dan pihak terkait terancam sanksi administratif seperti pemberhentian jabatan (Pasal 87 UU ASN). Kabag Keuangan Pemda Halut, Mahmud Lasidji, juga patut diusut atas keterlambatan pembayaran Siltap dan pencairan dana desa yang dianggap “disengaja”.
Kasus ini menguak borok tata kelola keuangan daerah di Halmahera Utara. Masyarakat menunggu tindakan tegas aparat. “Kami minta Presiden dan Menpan-RB turun tangan. Jangan biarkan kepala desa jadi korban permainan oknum!” seru Leki. Investigasi lanjutan tengah dilakukan tim khusus untuk mengungkap aliran dana dan keterlibatan pihak lain…Bersambung…
Jurnalis; Dodi, SH, Nay.
Editor: Redaktur Jakarta