KPK Bongkar Korupsi Dana Desa Rp71 Triliun, Temuan Mengejutkan

Jakarta, RadarTipikor – Minimnya pengawasan terhadap pengelolaan dana desa semakin membuka peluang korupsi di tingkat pemerintahan desa. Padahal, alokasi dana desa yang mencapai Rp71 triliun pada tahun 2025 seharusnya dimanfaatkan untuk mempercepat pemerataan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan, bukan untuk kepentingan pribadi pada Kamis, 27 Februari 2025.

Dalam acara “Aksi Memperkuat Pengawasan Tata Kelola Pemerintah untuk Mewujudkan Asta Cita ke-6 Presiden: Membangun Desa dari Bawah untuk Pemerataan Ekonomi & Pemberantasan Kemiskinan” yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, menyampaikan sejumlah temuan penting. Menurutnya, lemahnya pengawasan di tingkat desa telah membuka celah bagi praktik korupsi yang menggerogoti dana rakyat.

“Desa merupakan bagian integral dari wilayah pemerintahan kabupaten. Maka, penyelarasan rencana pembangunan desa dengan RPJMD kabupaten dan provinsi serta RPJMN nasional sangat penting agar penggunaan dana tidak menyimpang,” ujar Fitroh. Ia menekankan bahwa penyalahgunaan dana desa merupakan ancaman serius yang dapat menggagalkan upaya pembangunan dan pemerataan ekonomi.

Sebagai langkah pencegahan, KPK telah menyusun Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dengan 15 aksi prioritas. Salah satu rekomendasi penting dalam strategi tersebut adalah penguatan pengawasan melalui penerapan Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswakeudes). Rekomendasi ini ditujukan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk diwajibkan dalam periode 2025-2026 guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

Selain itu, Menteri Desa dan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, menggarisbawahi pentingnya peran aparat penegak hukum (APH) dan kerja sama lintas kementerian dalam mengawasi penggunaan dana desa. “Kami mendukung penuh pengawasan yang dilakukan oleh KPK dan APH. Dana desa harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan sebagai alat untuk memperkaya oknum,” tegas Yandri.

Dasar Hukum Pengelolaan Dana Desa

Pengelolaan dana desa di Indonesia telah diatur secara tegas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU tersebut menetapkan bahwa dana desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Selaras dengan itu, program-program pemerintah seperti penggunaan Siswakeudes dan pembentukan Desa Antikorupsi merupakan upaya konkrit untuk mencegah penyalahgunaan dana dan memastikan bahwa dana tersebut tepat sasaran.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, ribuan penduduk desa masih bergantung pada dana desa untuk peningkatan taraf hidup mereka. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat dan penerapan dasar hukum yang kuat menjadi kunci utama dalam menghindari korupsi yang dapat merugikan masyarakat.

Menuju Desa Bersih dan Transparan

Sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi, KPK juga telah menginisiasi pembentukan Desa Antikorupsi. Sejak 2021 hingga 2024, sebanyak 33 desa telah dijadikan contoh tata kelola pemerintahan yang transparan dan bebas dari korupsi. Program ini diharapkan dapat menumbuhkan budaya amanah dan profesionalisme di tingkat pemerintahan desa.

“Kepala desa dan perangkatnya harus benar-benar amanah. Uang rakyat yang telah diamanatkan untuk pembangunan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi,” pungkas Fitroh.

Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, antara lain Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Reda Manthovani, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji, Menteri Pariwisata Widyanti Putri, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Nandito Ariotedjo, sebagai wujud komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan. (Amin Handoyo)

Related posts
Tutup
Tutup