HALSEL, MALUKU UTARA – Menanggapi pemberitaan terkait dugaan ketidaktransparanan pengelolaan anggaran Rumah Sakit Pratama (RSP) Bisui, Direktur RSP Bisui dr. Elisabeth Bernadette memberikan klarifikasi tegas. Menurutnya, seluruh proses penggunaan anggaran telah dilakukan sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku. Senin, 14 Juli 2025.
“Perlu saya jelaskan, saya mulai menjabat sebagai Direktur RS Pratama Bisui sejak April 2023 hingga saat ini. Anggaran rutin kami untuk tahun anggaran 2024 hanya sebesar Rp 602.954.986. Realisasi anggaran selama satu tahun setelah dikurangi pajak adalah Rp 548.815.649. Anggaran ini bukan untuk sekali pakai, tetapi untuk 12 bulan penuh. Pencairannya pun dilakukan secara bertahap sesuai perencanaan Dinas Kesehatan,” ujar dr. Elisabeth, Senin (14/07/2025).
Lebih lanjut, dr. Elisabeth menegaskan, laporan LPJK realisasi anggaran sudah disampaikan dan diterima resmi oleh Ketua Panitia Khusus DPRD Kabupaten Halmahera Selatan beserta anggota, pada rapat tanggal 21 April 2025. “Kami juga sudah memaparkan berbagai kendala yang kami hadapi di lapangan, termasuk keterbatasan fasilitas dan tenaga medis,” tambahnya.
Tantangan Operasional, Kekurangan Fasilitas dan Anggaran
Berdasarkan data resmi, RKA anggaran rutin RS Pratama Bisui TA 2024 dan TA 2025 tidak mengalokasikan biaya untuk pemeliharaan taman, perbaikan gedung, perbaikan alat kesehatan yang rusak, perbaikan ambulans, pembelian obat tambahan (amfrak), perbaikan jaringan listrik, maupun pengadaan dan langganan wifi seperti starlink. Padahal, wilayah Gane Timur Tengah sering mengalami gangguan sinyal internet, yang sangat mempengaruhi pelayanan berbasis digital seperti RME (Rekam Medis Elektronik) dan pelaporan online.
“Perbandingan dengan RSU Obi sangat jauh. RSU Obi punya anggaran rutin 2024 sebesar Rp 1,09 miliar, sedangkan kami hanya sekitar Rp 602 juta. Itupun sudah termasuk pajak,” ujar dr. Elisabeth.
Tanggapan positif datang dari warga setempat yang berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan kebutuhan rumah sakit. “Kami masyarakat Gane Timur Tengah mendukung penuh upaya Direktur untuk transparan. Yang kami minta juga adalah perbaikan fasilitas dan tambahan dokter supaya pelayanan lebih baik,” kata Hasan (42), warga Desa Bisui.
Hal senada juga disampaikan Salma (35), ibu rumah tangga yang sering berobat ke RSP Bisui. “Saya kira ini bukan soal tidak transparan, tapi memang anggarannya kecil sekali. Rumah sakit ini sangat butuh perhatian serius dari pemerintah daerah,” tuturnya.
Dikonfirmasi wartawan sekaligus ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Maluku Utara, Junaedi Abdul Rasyid dan Praktisi hukum Safridhani Smaradhana, SH., M.Kn. Terkait hal ini dan mendapatkan Tanggapan dan Kajian tentang Regulasi dan Dasar Hukum, Pengelolaan anggaran RS Pratama Bisui yang mengacu pada:
- Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mewajibkan penyusunan RKA SKPD dan DPA oleh Dinas terkait.
- UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menetapkan rumah sakit daerah menjadi kewenangan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan.
- Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, yang menetapkan RS Pratama sebagai rumah sakit tipe D dengan keterbatasan pelayanan.

Tanggapan Ketua FPII Maluku Utara. ” Transparansi Sudah Jelas, Pemerintah Daerah Harus Responsif “
Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Maluku Utara, Junaedi Abdul Rasyid, menilai klarifikasi yang disampaikan Direktur RS Pratama Bisui, dr. Elisabeth Bernadette, sudah sangat terbuka dan berbasis data resmi.
“Dalam kacamata jurnalis, transparansi itu dinilai dari sejauh mana pihak rumah sakit menyampaikan informasi faktual dan terbuka kepada publik. Dari apa yang dipaparkan dr. Elisabeth, saya melihat tidak ada indikasi ditutup-tutupi. Justru laporan anggaran telah disampaikan ke DPRD melalui panitia khusus, dan ini membuktikan itikad baik pihak rumah sakit,” jelas Junaedi.
Menurutnya, inti masalah bukan pada transparansi, tetapi keterbatasan anggaran yang memang diakui secara resmi. “Jangan sampai opini publik digiring hanya soal dugaan ketidaktransparanan, padahal masalah utama adalah minimnya anggaran yang bahkan tidak cukup untuk pemeliharaan dan pengadaan fasilitas dasar,” tambahnya.
Ia juga mendorong Pemkab Halmahera Selatan dan DPRD untuk segera merespons laporan identifikasi masalah yang disampaikan RS Pratama Bisui. “Jangan sampai pelayanan kesehatan korban, masyarakat yang dirugikan. Pemerintah harus hadir,” tegasnya.

Kajian Praktisi Hukum, ” Sudah Sesuai Aturan, Tidak Ada Unsur Pidana “
Praktisi hukum, Safridhani Smaradhana, SH., M.Kn., menilai dari sudut pandang regulasi, apa yang dilakukan Direktur RS Pratama Bisui sudah sesuai ketentuan hukum dan tata kelola keuangan daerah.
“Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, anggaran rutin RS daerah memang direncanakan dan ditetapkan melalui DPA Dinas Kesehatan, lalu dicairkan bertahap berdasarkan realisasi kebutuhan. Sepanjang laporan pertanggungjawaban (LPJK) disampaikan, dan diterima DPRD, unsur pidana seperti penggelapan atau penyelewengan tidak terpenuhi,” jelas Safridhani.
Ia menegaskan, opini publik harus objektif dan berpegang pada dokumen resmi. “Kritik itu penting, tapi harus berbasis data. Fakta bahwa anggaran kecil, tidak ada biaya pemeliharaan gedung dan jaringan internet, bahkan berbeda jauh dari RSU Obi, menunjukkan ada persoalan kebijakan anggaran, bukan persoalan hukum,” katanya.
Safridhani juga mengingatkan pemerintah daerah dan DPRD agar lebih proaktif menyikapi kendala anggaran rumah sakit tipe D seperti RS Pratama Bisui. “Ini penting untuk menjamin hak konstitusional masyarakat atas pelayanan kesehatan yang memadai, sesuai amanat Pasal 28H UUD 1945,” tutupnya.
Diperjelas. “Pencairan anggaran rutin tidak bisa sekaligus, melainkan bertahap. Kami wajib membuat laporan LPJK secara transparan sesuai aturan. Jadi tuduhan tidak transparan itu tidak berdasar,” tegas dr. Elisabeth.
Di akhir klarifikasinya, dr. Elisabeth berharap pemerintah daerah dan DPRD Halmahera Selatan dapat menindaklanjuti laporan dan permohonan perbaikan fasilitas serta penambahan tenaga medis demi pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat Gane Timur Tengah.
“Kami terbuka, kami transparan, dan kami selalu berjuang agar RS Pratama Bisui dapat memberikan pelayanan yang maksimal meskipun dengan segala keterbatasan,” pungkasnya.
Jurnalis: Dodi SH. Nay
Editor: Redaktur Jakarta