Jailolo, Halmahera Barat — Dugaan korupsi besar-besaran di tubuh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) semakin mencuat. Investigasi terbaru yang dilakukan oleh Tim Radar Tipikor mengungkap adanya dugaan persekongkolan jahat antara Bupati Halmahera Barat, Jems Uang, dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PUPR, Fahlis. Mereka diduga merampok anggaran negara hingga miliaran rupiah, yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah tersebut. Senin (21/10/24).
Pinjaman pemerintah daerah sebesar Rp159 miliar melalui Bank Maluku-Malut pada tahun 2018 hingga kini tidak dapat dipertanggungjawabkan peruntukannya. Beban utang ini menjadi tanggungan masyarakat Halmahera Barat, tanpa adanya transparansi dari pihak pemerintah. Hasil investigasi Tim Radar Tipikor menyebutkan bahwa dana tersebut diduga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan politik, dengan tujuan memperkaya diri Bupati dan kroni-kroninya.
Sejak penunjukan Fahlis sebagai Plt Kadis PUPR, kondisi infrastruktur jalan di Halmahera Barat terus memburuk. Salah satu contohnya adalah jalur menuju Sidangoli yang kini dipenuhi rerumputan lebat dan jalan yang rusak parah. Meskipun ada anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan, hasil di lapangan sangat minim. Masyarakat di berbagai desa seperti Togoreba Tua, Ibu, Sahu, dan Tauro mengeluhkan buruknya kondisi jalan dan jembatan yang tidak terurus, bahkan lubang-lubang besar di jalan dibiarkan begitu saja.

Seorang warga, RR, yang juga mantan pegawai di Dinas PUPR Provinsi, menegaskan bahwa anggaran miliaran rupiah seharusnya tersedia untuk perawatan dan perbaikan jalan. “Alasan Plt Kadis PUPR, Fahlis, bahwa anggaran kosong adalah kebohongan besar. Faktanya, anggaran pemeliharaan jalan dan jembatan sudah dibagi untuk berbagai proyek, termasuk tambal jalan berlubang dan perbaikan jalan rusak,” ungkap RR.
Bahkan lebih parah lagi, proyek pengaspalan jalan yang seharusnya untuk daerah Halmahera Barat justru dialihkan ke jalan provinsi. “Ini sudah termasuk korupsi berjamaah dan jelas ada kongkalikong di balik semua ini,” tambah RR.
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan yang dilakukan oleh oknum pemerintahan yang memanfaatkan jabatan dan wewenang untuk memperkaya diri sendiri merupakan kejahatan serius. Tindakan ini juga melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana pemerintah daerah wajib mempertanggungjawabkan setiap penggunaan anggaran publik.
Masyarakat Halmahera Barat kini menuntut aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera turun tangan dan mengusut tuntas dugaan korupsi ini. Namun, ada kekhawatiran bahwa aparat hukum sudah “masuk angin”, mengingat tidak ada langkah konkret yang diambil meskipun berbagai laporan dan keluhan telah dilayangkan.
Ketika dikonfirmasi oleh Tim Media Radar Tipikor, Fahlis hanya memberikan jawaban singkat, “Jangan tanya saya soal itu, silahkan tanyakan langsung kepada Pak Bupati Jems Uang dan Wakil Bupati Jufri Muhammad.” Jawaban ini menambah kecurigaan publik bahwa ada keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.
Dugaan persekongkolan ini menambah buruk citra pemerintahan Kabupaten Halmahera Barat, di mana pembangunan infrastruktur tampak terabaikan, dan masyarakat menjadi korban dari praktik korupsi yang terus berlangsung.
Penulis : Dodi