Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Gubernur Maluku Utara nonaktif, Abdul Gani Kasuba (AGK). KPK kini mencurigai bahwa keluarga Abdul Gani turut menerima aliran dana yang diduga berasal dari hasil gratifikasi tersebut. Penyidikan ini melibatkan pemeriksaan sejumlah saksi penting yang diperiksa langsung oleh tim penyidik KPK. Rabu, 21 Agustus 2024.
Menurut Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, pemeriksaan tersebut mengungkap dugaan penerimaan gratifikasi oleh AGK serta pencucian uang yang melibatkan keluarganya. “Saksi lainnya didalami terkait penerimaan gratifikasi AGK dan pencucian uang yang dilakukan AGK serta dugaan aliran uang kepada keluarga tersangka,” ungkap Tessa melalui keterangan tertulis, di lansir dari CNN Indonesia Senin (19/8).
Pemeriksaan saksi dilakukan di Kantor Imigrasi Maluku Utara, dengan menghadirkan beberapa figur penting seperti SYM, seorang wiraswasta; AA, Kepala Desa Balbar di Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan; IT, seorang pengusaha; HAL, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan; RAR, seorang mahasiswa; GGS, Direktur PT Weka Halmahera Mineral; dan Bambang Hermawan, Kepala Dinas PTSP Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Tim penyidik juga mendalami transaksi jual-beli dan pengurusan akta jual-beli melalui saksi AAH, yang berperan sebagai notaris.
Namun, tidak semua saksi menghadiri pemeriksaan. Tiga saksi penting yang absen tanpa keterangan adalah BM, Komisaris Utama PT Buli Mineralindo Utama dan beberapa perusahaan terkait lainnya; HKS, Kepala Desa Wayamiga di Bacan Timur, Halmahera Selatan; serta YR, Kasi pemerintahan Desa Wayamiga di Bacan Timur, Halmahera Selatan.
Dalam kasus ini, KPK memproses hukum terhadap Abdul Gani Kasuba dan pengusaha tambang Muhaimin Syarif atas dugaan korupsi. Sementara Muhaimin masih ditahan oleh penyidik KPK, Abdul Gani sedang menghadapi proses pengadilan terkait dugaan suap untuk proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Muhaimin diduga telah memberikan uang sejumlah Rp7 miliar kepada Abdul Gani. Uang tersebut diberikan baik secara tunai maupun melalui rekening keluarga Abdul Gani, serta kepada lembaga atau pihak yang terafiliasi dengannya. Kasus ini semakin memperlihatkan kompleksitas korupsi di sektor pertambangan di Maluku Utara.
Uang yang diberikan tersebut terkait dengan berbagai proyek di Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara, termasuk pengurusan izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Prisma Utama dan pengusulan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dari 37 perusahaan yang diusulkan, enam blok pertambangan sudah disetujui oleh Kementerian ESDM, dengan empat blok telah ditetapkan pemenangnya melalui lelang.
KPK juga telah menggeledah tiga kantor swasta dan dua rumah pada akhir Juli 2024, mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan pengurusan perizinan tambang di Maluku Utara.
Kasus ini terus berkembang, dan publik menunggu hasil penyelidikan yang lebih mendalam. Dugaan keterlibatan keluarga Abdul Gani dalam aliran dana gratifikasi semakin memperkeruh citra pemerintahan di Maluku Utara, menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Indonesia. (Amin/red)