Perusahaan Tambang PT Gemilang Limpah Internusa (GLI) Diduga Cemari Lahan Pertanian Warga Pacitan

Pacitan, Jawa Timur – Operasi tambang tembaga PT Gemilang Limpah Internusa (GLI) di Pacitan, Jawa Timur, telah lama dituding mencemari lahan pertanian warga. Sejak beroperasi pada 2008, aktivitas tambang ini menyebabkan hasil panen petani anjlok dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Meski warga telah melayangkan berbagai protes, tidak ada penyelesaian berarti yang dicapai.

Muhammad Jamil, Koordinator Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, menyatakan bahwa dampak negatif dari operasi GLI sudah seharusnya menjadi alasan kuat untuk menutup perusahaan tersebut. “Kerugian ekonomi petani, kerusakan lingkungan, dan hilangnya biodiversitas di sungai belum pernah dihitung secara menyeluruh,” kata Jamil.

Tambang tembaga di Pacitan berada di ketinggian. Kini, air irigasi tercemar, terdampak ke lahan pertanian warga. Foto: A. Asnwi/ Mongabay Indonesia.

 

Data dari Minerba One Map Data Indonesia (MODI) mencantumkan dua nama pengurus GLI, yaitu Oei Lie Hian dan Kawartono Iriyanto, yang menjabat sebagai komisaris dan direktur perusahaan. GLI memiliki dua kantor, yaitu di Jalan Raya Pagotan, Kecamatan Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, dan Pluit Mas Raya, Pejagalan, Jakarta Selatan.

Pada awal operasinya, Oei masih tercatat sebagai warga negara Tiongkok. Setelah menikah dengan warga Indonesia, ia mengalihkan kewarganegaraannya dan mengganti nama menjadi Ilham Lee, sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pacitan.

Informasi kepemilikan GLI menunjukkan perbedaan dengan data resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Dalam dokumen yang didapat Mongabay, perusahaan ini mengalami beberapa kali perubahan kepengurusan dan kepemilikan saham. Pada Mei 2023, Ilham Lee tercatat sebagai direktur dengan 246 lembar saham senilai Rp1,27 miliar. Posisi komisaris kini dijabat oleh Melvin Yeremia Taufan Ronggur, dan Komisaris Utama dipegang oleh Wuran Jirigala, warga negara Tiongkok.

Wuran dan Melvin tidak memiliki saham langsung di GLI. Kepemilikan mereka terjadi melalui PT Global Mas Mulia (GMM), yang menggenggam 3.080 lembar saham senilai Rp3,08 miliar. GMM adalah bagian dari Global Mas Grup, sebuah perusahaan perdagangan yang memiliki berbagai lini bisnis seperti logistik, pertambangan, ekspor-impor, dan lainnya.

Tambang tembaga berada di ketinggian hingga begitu rawan bagi daerah di bawahnya. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia.

 

Material hasil tambang GLI dikirim ke anak perusahaan di Pacitan, PT Dragon Fly Mineral Industry (DFMI), yang mengolahnya menjadi konsentrat sebelum dikirim ke berbagai smelter. Dalam sehari, GLI mampu mengolah hingga 50 ton bijih tambang.

Wahyu Eka Setiawan, Direktur Walhi Jawa Timur, menyatakan bahwa pencemaran oleh GLI telah berlangsung lama akibat penambangan yang tidak sesuai kaidah keberlanjutan. Masalah ini telah ada sejak awal operasinya, dengan indikasi bahwa izin perusahaan dikeluarkan tanpa melibatkan masyarakat setempat.

Lokasi konsesi tambang di daerah perbukitan dan dekat pemukiman menambah kekhawatiran akan dampak pencemaran lingkungan. Eka mendukung langkah warga meminta pencabutan izin GLI dan menilai bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menutup sementara kegiatan perusahaan demi mengurangi pencemaran.

Kaur Pemerintahan Desa Cokrokembang, Supingi, juga mendukung pencabutan izin GLI. Ia menyebut kontribusi bulanan perusahaan sebesar Rp7,5 juta tidak sebanding dengan kerugian yang dialami petani akibat lahan yang rusak.

Dugaan bahwa GLI beroperasi sebelum izin diterbitkan pada 2010 memperkuat indikasi adanya pelanggaran dalam proses perizinan. Eko Cahyono, sosiolog dan peneliti Sayogjo Institute, mengaitkan krisis ekologi di Pacitan dengan potensi praktik korupsi dalam perizinan tambang.

Eko menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap GLI, mulai dari proses penerbitan izin hingga praktik di lapangan. Ia juga menekankan bahwa kerusakan lingkungan dan pencemaran yang terjadi saat ini menunjukkan ada ketidakberesan dalam proses perizinan.

Kasus GLI di Pacitan ini mencerminkan tantangan besar dalam penegakan regulasi dan perlindungan lingkungan di Indonesia. (Bayu/Redaktur)

Sumber : Mongabay.co.id

 

Array
Related posts
Tutup
Tutup